Keterangan Foto: Kasi Intel Kejari Banyuwangi Hendro Wasisto SH.MH
Berita7. Banyuwangi- Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel) Kejaksaan Negeri (Kejari) Banyuwangi, Hendro Wasisto, SH, MH, angkat bicara soal pungutan dalam proses serah terima sertifikat tanah program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Desa Kesilir, Kecamatan Siliragung.
“Kades (Kepala Desa) Kesilir (Supri), memang pernah berkonsultasi pada saya,” ucapnya, Selasa (12/1/2021).
Disampaikan, dalam konsultasi, Kades Supri menyampaikan bahwa program PTSL tahun 2019 diwilayahnya telah terselesaikan. Sebagai ungkapan syukur, masyarakat akan patungan untuk membeli mobil ambulance. Selanjutnya akan diserahkan atau disumbangkan ke Pemerintah Desa Kesilir.
Karena yang disampaikan hanya terkait sumbangan masyarakat, maka Hendro, sapaan akrab Kasi Intel Kejari Banyuwangi, menegaskan bahwa niatan baik tersebut tidak melanggar hukum. Namun harus dilengkapi dengan adanya berita acara kesepakatan masyarakat. Serta berita acara serah terima dari masyarakat kepada Pemerintah Desa Kesilir.
Dengan catatan, pungutan atau patungan untuk membeli mobil ambulance tidak berkaitan dengan program pemerintah. Dalam hal ini program PTSL.
“Jika pungutan menggunakan dasar program PTSL, ini jelas tidak boleh, pidana,” tegasnya.
Sebagai tindak lanjut, Hendro mengaku mendukung sikap Ketua Tim Saber Pungli Banyuwangi, AKBP Kusumo Wahyu Bintoro, SH, SIK. Yang langsung turun ke lapangan begitu mendapat kabar adanya pungutan dalam proses serah terima sertifikat PTSL di Desa Kesilir.
“Kita mendukung langkah Ketua Tim Saber Pungli,” ungkap Kasi Intel Kejari Banyuwangi.
Seperti diketahui, pada tahun 2019, Desa Kesilir, Kecamatan Siliragung, mendapat jatah kuota program sertifikasi tanah murah, PTSL. Sesusai Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri, biaya yang dibebankan kepada masyarakat Rp 150 ribu per bidang.
Awalnya, seluruh prosedur berjalan normal. Hingga memasuki tahun 2020, dimana sedikitnya 2 ribu lebih sertifikat tanah program PTSL Desa Kesilir, telah jadi.
Saat itulah, tiba-tiba muncul sejumlah oknum yang mengaku sebagai relawan. Entah menggunakan dasar apa, dan dibentuk oleh siapa, ujug – ujug mereka meminta uang Rp 100 ribu per sertifikat kepada warga peserta program PTSL.
Mereka berdalih apa yang dilakukan sesuai hasil kesepakatan musyawarah seluruh masyarakat Desa Kesilir. Dan seakan sebagai upaya pembenaran, uang pungutan yang terkumpul digunakan untuk membeli mobil ambulance desa. Yang kini telah diserahkan kepada Pemerintah Desa Kesilir, Kecamatan Siliragung, Banyuwangi.
Disisi lain, warga merasa tidak pernah mendapat undangan atau diajak musyawarah terkait adanya pungutan Rp 100 ribu per sertifikat PTSL tersebut. Yang ada, warga yang bersikap kritis menanyakan dasar pungutan, malah mendapat ancaman. Yakni ancaman proses serah terima sertifikat tanah program PTSL akan dipersulit. Hingga akan dipersulit ketika kedepan membutuhkan pelayanan di kantor desa.
“Jika warga gak bayar maka akan dipersulit,” cetus I, warga peserta PTSL Desa Kesilir.
Tak hanya itu, sejumlah warga yang kritis juga mengaku sempat mendapat persekusi. Didatangi para oknum relawan dan panitia PTSL Desa Kesilir.
Bagai pepatah ‘Sudah Jatuh Tertimpa Tangga’. Belakangan juga tersiar kabar bahwa ditahun 2020, para calon penerima sertifikat tanah program PTSL Desa Kesilir bukan hanya ditarik Rp 100 ribu saja. Tapi masih ada pungutan tambahan, Rp 10 ribu per sertifikat.
Pungutan terjadi ketika warga diminta menyerahkan foto copy sertifikat tanah PTSL yang disebut – sebut sebagai arsip Pemerintah Desa Kesilir.
Namun sayang, terkait pungutan Rp 10 ribu, Kades Kesilir, Supri, enggan berkomentar.
Sebelumnya, Supri menyampaikan bahwa pungutan uang Rp 100 ribu saat serah terima sertifikat PTSL merupakan inisiatif masyarakat. Dan tidak ada kaitan dengan Panitia PTSL dan Pemerintah Desa Kesilir. Walau pun mobil ambulance tersebut kini telah diserah terimakan kepada Pemerintah Desa Kesilir.
“Sebenarnya pemerintah desa juga menolak dibelikan. Tapi saya minta pendapat Kasi Intel Kejaksaan, asal untuk kepentingan masyarakat gak apa-apa,” katanya.
Sementara itu, Ketua MPC Pemuda Pancasila Banyuwangi, Zamroni SH, berharap aparat segera mengusut tuntas kasus pungutan dalam program PTSL di Desa Kesilir. Dengan begitu diharapkan masyarakat akan merasa lebih tenang.
Kaca mata Ormas loreng hitam oranye, kasus di Desa Kesilir, terindikasi terdapat praktik pelanggaran hukum yang terstruktur dan sistematis, antara relawan, panitia PTSL dan Pemerintah Desa Kasilir.
“Logikanya, tidak mungkin relawan bisa mengetahui siapa warga calon penerima sertifikat tanah program PTSL. Data yang punya kan panitia PTSL dan Pemerintah Desa Kesilir,” ucapnya.
Keterangan relawan, pungutan diluar biaya PTSL tersebut dilakukan dengan sepengetahuan Kepala Desa (Kades) Kesilir, Supri. Dan hasil investigasi Pemuda Pancasila, pembentukan relawan juga sepihak.
“Sepengetahuan warga, yang ikut musyawarah pembentukan relawan, mayoritas ya para relawan itu sendiri. Jadi sangat tidak tepat jika pembentukan relawan disebut atas keinginan seluruh masyarakat Desa Kesilir,” ungkap Zamroni.
“Dan sesuai Undang-Undang No 6 Tahun 2014 tentang Desa, kades berkewajiban menaati dan menegakkan peraturan perundang-undangan, itu yang harus digaris bawahi,” imbuhnya.
Sekedar diketahui, kejanggalan lain juga nampak dalam proses pembelian mobil ambulance oleh para relawan. Dimana uang yang berhasil dipungut dari warga dalam serah terima sertifikat tanah PTSL sebanyak Rp 149 juta. Tapi harga mobil ambulance, Rp 196 juta. Lalu kekurangan pembayaran ditanggung oleh siapa? .
(Snt)